Sabtu, 17 September 2011

Tunduk versus Tanduk

"Beranikah Anda mengungkapkan hal yang berbeda? atau justru diam karena takut dianggap beda."

Teori spiral of silence yang dikemukakan oleh Elizabeth Noelle-Neuman pada tahun 1974 berasumsi bahwa individu  pada umumnya berusaha menghindari isolasi, dalam arti kesendirian mempertahankan sikap atau kenyakinan tertentu. Oleh karena itu, setiap individu memperlajari mana pandangan yang populer dan yang tidak populer. Jika pandangan yang dimilikinya tidak populer, maka ia memutuskan untuk tidak mengungkapkan pandangan atau pendapatnya. Saat ini, sebagian besar film yang beredar di masyarakat adalah film yang berbau mistik dan seks.  Berdasarkan kondisi tersebut, sebagai individu yang memiliki karakter dan nilai diri, apakah akan TUNDUK terhadap selera pasar dan ikut terlibat dalam pandangan dominan yang menyuburkan film horor dan seks di Indonesia atau TANDUK dalam arti menolak kehadiran film horor dan seks dengan tidak menonton film tersebut. Suarakan suara Anda melalui komentar berkaitan Tunduk versus Tanduk di realita masyarakat.

Rabu, 07 September 2011

e-Word of Mouth Positif : Interaksi Konsumen Potensial di Komunitas Online


Elemen-elemen yang digunakan mengukur e-WOM dalam penelitian ini adalah talker, topics, tools, taking part dan tracking. Ditinjau dari sudut pandang komunikasi, Talkers adalah sender yang menyampaikan pesan kepada orang lain; Topics adalah message yang merupakan pesan positif berdasarkan pengalaman yang dialami;  Tools adalah channel yang berbentuk komunitas online; Taking part adalah feedback; Tracking adalah proses evaluatif untuk melihat pemahaman receiver terhadap message yang disampaikan.  Adanya elemen feedback dalam e-WOM menunjukkan bahwa komunikasi yang terjadi dalam e-WOM merupakan proses interaksional karena terjadi komunikasi dua arah antara pengirim dan penerima. Namun, karena interaksi antara pengirim dan penerima terjadi di media online maka proses komunikasi yang berlansung bukan hanya antar dua individu, tetapi berlangsung dengan melibatkan lebih banyak  individu lain baik sebagai sender maupun receiver. Hal ini menjadi kontra terhadap definisi WOM selama ini yang dikategorikan sebagai komunikasi interpersonal karena ketika WOM diaplikasikan melalui komunitas online di media Internet, maka komunikasi yang terjadi sudah memasuki ranah komunikasi massa.  Menurut Walther & Ramirez (2011,p.280) meleburnya mass dan interpersonal messages menjadi implikasi dari interactive online communication yang akan menghidupkan kembali penelitian-penelitian pada siklus komunikasi terutama pada aspek tahapannya, pengulangan, serta proses terjadinya yang serentak. Sehingga diperlukan kehati-hatian dalam mendefinisikan e-WOM bahwa e-WOM bukan hanya sekedar WOM yang diaplikasikan di dalam media Internet karena ditemukan karakteristik yang berbeda diantara keduanya.

Kamis, 01 September 2011

Pandangan Postfeminis Melalui Pemaknaan Atas Representasi Perempuan Dengan Sexual Apperance Di Dalam Iklan oleh Yuliana Riana & Rino Boer


"Iklan yang menampilkan sexual appearance sebagai bentuk ekspresif kebebasan dari hak yang dimiliki oleh perempuan untuk menentukan sendiri kadar kepantasan bagi dirinya untuk tampil di depan publik dengan berdasar kepada haknya sebagai manusia." 
Perempuan sebagai bintang iklan adalah hal yang wajar. Dengan memanfaatkan segala kelebihan sexual appearance yang dimiliki, hampir semua produk yang diiklankan perempuan akan menarik bagi konsumen. Iklan adalah bagian dari hak perempuan untuk menampilkan eksistensi dirinya menurut pandangan feminis. Meskipun di dalam masyarakat patriarchy, penampilan perempuan di dalam iklan ditafsirkan sebagai simbol berkuasanya laki-laki atas perempuan. Sebaliknya, menurut pandangan postfeminis, masalah kesetaraan antara laki-laki dan perempuan sudah selesai. Kesetaraan antara laki-laki-perempuan saat ini harus di rereading. Perempuan dalam iklan yang menggunakan sexual appearance sebagai daya tarik,bukanlah berarti bahwa perempuan menjadi obyek (seksual) laki-laki, tetapi justru menunjukkan kemampuan perempuan (girl power) sebagai subyek dan laki-laki sebagai obyek. Apa makna iklan yang menggunakan representasi perempuan dengan sexual appearance menurut cara pandang postfeminism di kalangan remaja? Dengan sub pertanyaan: Apakah makna iklan bagi khalayak terhadap representasi perempuan di dalam iklan dengan sexual appearance telah mencerminkan adanya pandangan postfeminis di kalangan remaja? Jika ya, faktor-faktor apa yang mempengaruhi adanya pandangan postfeminism? Apa faktor yang paling berpengaruh terhadap adanya pandangan postfeminism? Penelitian ini menggunakan paradigma klasik dengan pendekatan kuantitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah survey dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumennya sedangkan teknik analisis data menggunakan regresi berganda. Pengukurannya dilakukan dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dengan Software LISREL Versi 8.52. Hasil penelitian menunjukkan pemikiran postfeminism telah ada di kalangan remaja di Jakarta yang menjadi responden penelitian ini. Sexual appearance dalam iklan akan di rereading sebagai wujud kekuasaan perempuan atas tubuhnya, menjadi manifestasi hak perempuan, serta konfirmasi peran perempuan dalam relasinya dengan laki-laki di dalam sistem masyarakat patriarkat. Dengan demikian, remaja telah memproduksi makna baru dalam membaca perempuan di zaman ini. Manifestasi hak perempuan menjadi faktor dominan dalam pemikiran postfeminis ini dan faktor daya tarik fisik menjadi pendorong utama perempuan untuk mewujudkan hak atas tubuhnya.